Selasa, 23 Juni 2009

MANFAAT SERTIFIKAT HALAL PADA USAHA KATERING

Tidak hanya produksi makanan dari pabrikan saja yang perlu menyertakan sertifikat halal pada kemasan produksinya tetapi untuk ikut masuk dan berkompetisi kedalam pasar yang konsumennya adalah mayoritas Muslim pengusaha catering perlu mempertimbangkan label halal, karena kenyatannya prosentase dari permintaan pasar terhadap hasil produksi harus menyertakan sertifikat halal maka seharusnya bagi usaha katering memiliki sertifikat tersebut.

Negara Indonesia yang mayoritas adalah muslim berarti memiliki sertifikat halal adalah keputusan yang tepat dan membuat sertifikat halal wajib bagi usaha catering yang pengusaha / pemiliknya juga Muslim, karena selain untung yang didapat nantinya juga pahala yang menjadi miliknya,…hhmm ya ya ..berarti secara bisnis usaha catering pasti lebih menguntungkan jika memiliki sertifikat halal..!!! karena kesempatan dan luasnya pasar sangat besar di Republik tercinta ini.

Sekarang yang jadi pertanyaan bagaimana cara mendapatkan sertifikat halal, proses pengurusannya, dan berapa biayanya, kalau untuk usaha catering yang memiliki jumlah menu banyak bagaimana .? apakah biayanya dihitung setiap menu atau 1 sertifikat untuk keseluruhan dari menu yang dimiliki, karena kalau harus setiap menu dikenakan biaya berarti pengaruh juga ke total biaya… berarti mahal…?


“Kutipan sebagian dari buku panduan sertifikat halal “

PANDUAN
SISTEM JAMINAN HALAL

Sejak diterbitkannya Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Instruksi Presiden RI Nomor 2 Tahun 1991 Tentang Peningkatan, Pembinaan dan Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan maka kehalalan makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk lainnya yang semula hanya diatur dalam kitab fiqh kini diatur dalam Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang merupakan paradigma baru dalam pengaturan kehalalan produk. Sebagai konsekuensi logis dari perubahan paradigma tersebut, jaminan kepastian hukum terhadap kehalalan produk dan perlindungan terhadap konsumen maupun produsen selain menjadi tanggung jawab pribadi dan ulama, juga menjadi tanggung jawab Pemerintah cq Departemen Agama. Hal tersebut lebih ditegaskan lagi dalam GBHN Tahun 1999 dan Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999 bahwa agama yang didalamnya termasuk pembinaan jaminan produk halal menjadi tugas pokok Departemen Agama dan tidak diotonomikan."
Dalam perkembangan selanjutnya kehalalan suatu produk juga diatur dalam Codex, suatu organisasi dunia yang mengatur sistem perdagangan internasional. Dengan demikian kehalalan produksi makanan, minuman, obat dan kosmetika serta produk halal lainnya bukan saja menjadi masalah intern umat Islam tetapi sudah masuk pada sistem produksi dan perdaganagan internasional yang didukung oleh semua negara. Oleh karena itu negara produsen saling berlomba dalam menerapkan sistem produksi halal untuk meningkatkan pangsa pasarnya.


PENENTUAN TITIK KRITIS KEHARAMAN PRODUK
Untuk mencegah terjadinya penyimpangan alam proses produksi halal, perusahaan perlu mengetahui dan menentukan titik-titik kritis keharaman produk. Titik kritis keharaman tidak hanya mencakup bahan-bahan yang digunakan tetapi juga tahapan proses yang mungkin berpengaruh terhadap kehandalan produk.
Bahan-bahan yang dijadikan titik kritis adalah bahan-bahan yang mempunyai kemungkinan berasal dari bahan haram maupun yang mungkin menggunakan bahan haram atau najis dalam proses pembuatannya. Selain itu diidentifikasi pula kemungkinan terkontaminasinya produk dengan bahan haram atau najis dalam tahapan produksi secara keseluruhan mulai dari pembelian bahan, penerimaan bahan, produksi, penggudangan (bahan maupun produk akhir) sampai transportasi.
Setelah titik kritis keharaman produk ditentukan, selanjutnya dibuat prosedur monitoring, prosedur koreksi, sistem pendataan dan prosedur verifikasi.


PEMERIKSAAN JAMINAN PRODUK HALAL

Untuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap produk halal, pelaku usaha terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada MUI dengan tembusan kepada Menteri, disertai dengan dokumen yang diperlukan. Selanjutnya auditor yang diberi tugas akan melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal sebagai berikut :
a. Cara penyembelihan hewan halal;
b. Asal usul bahan baku.
c. Bahan tambahan.
d. Bahan penolong.
e. Proses produksi.
f. Penyimpanan.
g. Pendistribusian, dan
h. Penyajian.


STANDARD OPERATING PROCEDURE HALAL
(SOP HALAL)

Kebijakan-kebijakan perusahaan tentang produksi halal yang diuraikan dalam Manual Halal selanjutnya dijabarkan secara teknis dalam bentuk Standard Operating bagian atau bidang yang terkait dengan proses produksi halal. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :
1. SOP untuk bagian purchasing diantaranya menguraikan prosedur penentuan atau penggantian . supplier bahan.
2. SOP untuk bagian R & D diantaranya menguraikan prosedur perubahan formula, penggantian bahan, pengembangan produk.
3. SOP untuk bagian QA/QC diantaranya menguraikan prosedur penggunaan bahan baru.
4. SOP untuk bagian produksi diantaranya menguraikan prosedur pencatatan produksi halal, pemisahan line halal dan non halal jika ada, identifikasi produk.
5. SOP untuk bagian penggudangan Diantaranya menguraikan prosedur tata cara penerimaan bahan, identifikasi khusus yang perlu diperhatikan (kecocokan antara dokumen dengan barang), pencatatan bahan, pencatatan keluar- masuk bahan.
6. Dan lain - lain.


PENYEMBELIHAN HEWAN

Bahan-bahan produk halal baik bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong yang berasal dari hewan halal harus melalui proses penyembelihan yang sesuai dengan syari'at Islam kecuali belalang, serangga dan hewan yang hidup dalam air yang dapat dilakukan secara langsung atau dengan bantuan alat staning.
Apabila penyembelihan hewan tersebut dilakukan secara langsung maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Hewan yang disembelih dalam keadaan hidup;
b. Disembelih satu per satu secara manual dengan menyebut nama Allah (Bismillahi Allahu Akbar), dan tidak menyebut nama selain Allah;
c. Disembelih dengan alat penyembelihan yang tajam dan mudah untuk memutuskan urat-urat lehernya sehingga darah dapat menyembur keluar dengan lancar.
d. Disembelih pada leher tepat pada saluran pernafasan (hulqum), saluran makanan (marik) dan urat nadi (wadujain) dan urat-urat tersebut harus putus.
e. Disembelih tanpa mengangkat alat penyembelihan sebelum saluran pernafasan, saluran makanan, dan urat nadi putus.
f. Sebelum disembelih tidak boleh diberi minum air berlebihan (digelonggong), disiksa atau disakiti.

Disamping itu petugas yang akan melakukan penyembelihan hewan halal secara langsung tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Muslim yang taat.
b. Baligh.
c. Memiliki pengetahuan yang baik dan benar tentang Syari'at Islam sekurang-kurangnya mengenai penyembelihan hewan halal dan memilki ketrampilan teknis penyembelihan yang dibuktikan dengan sertifikat izin menyembelih hewan halal.
d. Mampu mengucapkan Bismillahi Allahu Akbar secara fasih.
e. Sehatjasmani dan rohani.
f. Bebas dari luka, penyakit kulit atau penyakit lain yang dapat mencemari produk.
Apabila penyembelihan hewan dilakukan dengan bantuan alat staning maka harus mengikuti petunjuk Menteri Agama yang didasarkan atas fatwa MUI.


Mudah mudahan sebagian kutipan informasi dari buku panduan sertifikat halal ini bisa bermanfaat bagi yang membutuhkan dan dengan memiliki sertifikat halal berarti siap bersaing dalam pasar bebas.