Belum lagi lepas dari ingatkan kita kasus bom Bali pada tahun lalu, pada 5 Agustus 2003, sekitar jam 12.30, bertepatan dengan sidang tahunan MPR, kita dikejutkan kembali oleh Bom yang menguncang kawasan Hotel JW Marriott di lingkar Mega Kuningan. Dimana sedikitnya 14 orang dinyatakan tewas dan sekitar 149 orang mengalami luka-luka. Kalau kita lihat kasus kedua buah bom ada kesamaan yaitu terjadi di depan restoran, kalau bom Bali di depan Paddy’s Club, sedangkan kalau di Hotel JW. Marriott di depan Restoran Sailendra, ketika orang banyak makan siang di sana. Ini menjadi pertanyaan kita apakah aman makan di restoran?
Berbeda dengan kasus bom and keamanan restoran diatas, kasus keamanan pangan “food safety’ kebanyakan cepat dilupakan oleh orang, seperti beberapa bulan yang lalu kita dihentakan kembali oleh berita tentang keracunan makanan, dimana jatuh korban 19 orang di rawa buaya (Kompas, 18 Juni 2003). Kejadian-kejadian keracunan seperti di atas bukan lagi menjadi hal asing bagi kita, terutama dalam beberapa tahun belakangan . Seperti kejadian keracunan masal yang menimpa anak anak sekolah dasar akibat menyantap PMTAS /Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (Kompas 30 September 2000), keracunan makanan akibat mengkonsumsi jasa catering yang terjadi pada siswa SMP di Jawa Barat (Kompas 3 Juli 2000) dan banyak lagi kasus-kasus keracunan makanan yang terjadi pada karyawan perusahaan yang menggunakan jasa catering untuk konsumsi makanan karyawan.
Sekarang masalah keamanan pangan bukan hanya menjadi berita nasional tetapi sudah mengglobal, dengan kecangihan media komunikasi kejadian keamanan pangan di suatu negera akan segera berdampak di negera lain seperti masalah Mad Cow (sapi gila), GMO (Genetical Modified Organism), Antibiotik, Akrilamid pada penggorengan karbohidrat dan kasus dioxin menjelang pemilu tahun 1999.
Kejadian diatas kembali mengingatkan kita tentang pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap masalah keamanan pangan. Dengan banyaknya berita tentang keracunan dan keamanan pangan, masyarakat sudah mulai lebih perhatian terhadap hal ini. Dapat dilihat di mall dan resto-resto, banyak orang yang tidak percaya dengan hanya cuci tangan di westafel yang ada, dan mereka masih membawa sendiri cairan sanitasi untuk menyakinkan tangannya tersanitasi.
Sistem HACCP dan Jasa Boga
Sistem HACCP dengan terjemahan bahasa Indonesia Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah sistem yang awalnya dikembangkan oleh NASA (1960), Badan Antariksa USA ini menerapkan HACCP untuk meyakinkan makanan Astronot mereka terkontrol. Coba bayangkan apa yang terjadi apabila astronot di ruang angkasa keracunan makanan? pasti akan terjadi kekacauan. Sistem ini berkembang dan digunakan pada awalnya untuk makanan kaleng, yang memang sangat kritikal masalah keamanan pangannya. Baru pada awal tahun 1990-an, Sistem ini di kenal umum untuk industri makanan di seluruh dunia.
Sistem HACCP makin dikenal ketika Standard ISO 9000: 2000 mengadopsi HACCP, yang terdiri dari: Melakukan analisa bahaya, Menentukan titik kendali kritis, Menetapkan batas-batas titik kendali kritis, Prosedur monitoring, Tindakan koreksi, Prosedur verifikasi, dan dokumentasi.
Sedangkan Industri Jasa Boga, seperti Hotel, Restoran, Kafe, Katering atau disingkat dengan istilah HoReKa, menjadi trend di Indonesia. Franchasing Jasa Boga berkembang pesat, khususnya di Jakarta dan Surabaya. Banyak ditemukan Jaringan Restoran Siap Saji dan restoran tradisional dengan nama-nama baru seperti Quick Chicken, Wong Solo, RM Padang Sederhana dan banyak lainnya.
Bagaimana Menerapkan HACCP
Hal Utama yg terpenting dalam penarapan HACCP pada jasa Boga adalah Komitmen dari Pemilik usaha atau TOP Menejemen, tanpa adanya komitmen dari pemilik, sangat sukar sekali sistem ini dapat diterapkan. Selain itu sistem HACCP tidak dapat diterapkan tanpa ada program pelatihan yang baik. Kendala pada pelatihan karyawan adalah tingkat pendidikan dari karyawan jasa boga yang rendah, kadang-kadang SMP atau malah lebih rendah lagi. Sehingga perlu dibuat pelatihan yang ‘FUN’ mudah dimengerti oleh mereka, serta untuk memicu semangat dan kompetisi dari masing-masing individu harus ada ‘insentif’ untuk yang berprestasi.
Dokumentasi atau ‘checklist’ yang digunakan harus dibuat semudah mungkin, jangan terlalu banyak hal-hal yang harus di tulis. Sebaiknya tinggal pilih Ya/ Tidak, atau hanya melingkari saja. Selain itu dokumentasi sebaiknya jangan dalam bentuk lembaran, karena kalau dalam bentuk lembaran akan mudah sekali hilang atau tercecer. Sebaiknya dokumentasi tersebut di buat dalam bentuk buku yang mudah di bawah dan di simpan dengan ‘design’ yang menarik dan berguna bagi karyawan.
Pada awal penerapan sistem ini tentu banyak kendalanya, dan tidak tiba-tiba semua akan berjalan lancar, pasti ada kekurangan atau deviasi dan tahapan-tahapan yang harus dilalui. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi dan audit untuk mengecek tingkat pelaksanaanya dan terus-menerus adanya perbaikan.
Jadi yang terpenting dalam pelaksanaan HACCP pada industri jasa Boga adalah Komitmen dari pemilik atau Top Managemen untuk menerapkan sistem ini, selain itu juga perlu adanya program pelatihan, pelatihan dan pelatihan yang kontinyu dan terpadu, dan evaluasi dari program yang diterapkan
Sumber :
Sesil Indera Kurnia
Pengamat Masalah Pangan